Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

+6224-76486841 / +6224-76486850 | WA: +62 822-2300-0870feb@live.undip.ac.id

Semarang, 09 September 2022 – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan acara ‘Diskusi Kuy!’. Diskusi mengenai kenaikan harga BBM ini mencari validasi dengan merasionalisasi naiknya BBM pada realita. Acara ini dilaksanakan di DOME FEB Undip yang dipandu oleh Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M.S., selaku pembicara. Diskusi dimoderatori oleh Gusti Ibrahim, Koordinator Bidang Pergerakan dan Dinamika Sosial (PDS) BEM FEB Undip.

Pembicara yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Ekonomi Undip tersebut melaporkan kenaikan harga BBM ini terutama disebabkan karena adanya inflasi yang membuat APBN juga ikut berubah. Salah satu dana pemerintah yang paling besar ternyata bukan berasal dari gaji pegawai, tetapi dari penentuan anggaran untuk pensiun para pegawainya. Dana pensiun yang diberikan pemerintah sekitar Rp2500 triliun tiap tahun, sehingga dalam hal ini dana pensiun diganti dengan dana asuransi di hari tua.

Dalam penjelasannya, pembicara menyampaikan jika BBM tidak dinaikkan maka ada beberapa hal yang terjadi. Yang pertama adalah tidak adil, karena yang paling banyak menikmati subsidi justru golongan yang seharusnya tidak perlu subsidi untuk kebutuhan BBM nya. Yang kedua adalah hitungan pemerintah, subsidi, dan kompensasi akan mencapai Rp653 triliun (dengan asumsi kebutuhan tidak menurun). Yang ketiga, harga minyak internasional tetap akan tinggi walaupun saat ini menurun sedikit. Yang keempat, defisit APBN akan semakin membengkak di atas 3% GDP, yang mana bukan hanya tidak sesuai dengan undang-undang saja, melainkan dapat mengancam sustainable fiskal. Yang terakhir, tidak ada jaminan inflasi akan menurun walaupun harga BBM tidak dinaikkan dan keenam, akan mengancam subsidi yang lain, misalnya pada kesehatan, pensiun, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, pemerintah dan Pertamina perlu lebih transparan dalam menghitung harga perekonomian. Pemerintah perlu lebih menjelaskan kepada publik cara pemberian serta besarnya pemberian dan kepada siapa saja yang diberikan subsidi, kemudian seharusnya selalu memperbaiki data penerima subsidi dan sistem pemberian subsidi, dan menerapkan perilaku hemat penggunaan BBM oleh masyarakat serta para pengusaha tidak boleh mengambil sebuah peluang. (MF)