Semarang, 09 September 2022 – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan acara ‘Diskusi Kuy!’. Diskusi mengenai kenaikan harga BBM ini mencari validasi dengan merasionalisasi naiknya BBM pada realita. Acara ini dilaksanakan di DOME FEB Undip yang dipandu oleh Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M.S., selaku pembicara. Diskusi dimoderatori oleh Gusti Ibrahim, Koordinator Bidang Pergerakan dan Dinamika Sosial (PDS) BEM FEB Undip.

Pembicara yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Ekonomi Undip tersebut melaporkan kenaikan harga BBM ini terutama disebabkan karena adanya inflasi yang membuat APBN juga ikut berubah. Salah satu dana pemerintah yang paling besar ternyata bukan berasal dari gaji pegawai, tetapi dari penentuan anggaran untuk pensiun para pegawainya. Dana pensiun yang diberikan pemerintah sekitar Rp2500 triliun tiap tahun, sehingga dalam hal ini dana pensiun diganti dengan dana asuransi di hari tua.

Dalam penjelasannya, pembicara menyampaikan jika BBM tidak dinaikkan maka ada beberapa hal yang terjadi. Yang pertama adalah tidak adil, karena yang paling banyak menikmati subsidi justru golongan yang seharusnya tidak perlu subsidi untuk kebutuhan BBM nya. Yang kedua adalah hitungan pemerintah, subsidi, dan kompensasi akan mencapai Rp653 triliun (dengan asumsi kebutuhan tidak menurun). Yang ketiga, harga minyak internasional tetap akan tinggi walaupun saat ini menurun sedikit. Yang keempat, defisit APBN akan semakin membengkak di atas 3% GDP, yang mana bukan hanya tidak sesuai dengan undang-undang saja, melainkan dapat mengancam sustainable fiskal. Yang terakhir, tidak ada jaminan inflasi akan menurun walaupun harga BBM tidak dinaikkan dan keenam, akan mengancam subsidi yang lain, misalnya pada kesehatan, pensiun, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, pemerintah dan Pertamina perlu lebih transparan dalam menghitung harga perekonomian. Pemerintah perlu lebih menjelaskan kepada publik cara pemberian serta besarnya pemberian dan kepada siapa saja yang diberikan subsidi, kemudian seharusnya selalu memperbaiki data penerima subsidi dan sistem pemberian subsidi, dan menerapkan perilaku hemat penggunaan BBM oleh masyarakat serta para pengusaha tidak boleh mengambil sebuah peluang. (MF)