Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro menghelat Simposium Nasional Keuangan dan Perbankan yang dilaksanakan pada Selasa, 1 Agustus 2017. Acara yang dilaksanakan di Hall Gedung C FEB Undip, Tembalang menghadirkan pembicara dari instansi dan akademisi.

Roberto Akyuwen (OJK) yang menjadi pembicara awal mempresentasikan tentang “Prospek Peningkatan Akses Pembiayaan Bagi UMKM Melalui Pemanfaatan Fintech”. Roberto menjelaskan bahwa saat ini penggunaan gadget untuk layanan keuangan belum maksimal, padahal potensi dan dampak ekonominya sangat luar biasa untuk teknologi informasi keuangan karena dapat mempercepat transaksi, putaran uang, akumulasi kapital.

Pembicara yang bekerja sebagai Analis Eksekutif Senior Bidang Pengembangan Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan bahwa layanan Fintech (Financial Technology) 2.0 saat ini hanya semata-mata alat layanan perusahaan jasa keuangan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen, misal. ATM, Mobile Banking, Internet Banking.

Sampai saat ini sudah berkembang Fintech 3.0 yaitu pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, bank tanpa kantor. “Kalau mau minjem pergi ke website, gak usah ke kantor bank, itu sudah ada”, ujarnya. Roberto juga memaparkan bahwa Fintech 3.0 diatur oleh OJK dengan menerbitkan POJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Peraturan ini untuk me-registrasi perusahaan – perusahaan yang menyediakan layanan keuangan tanpa kantor. “Saat ini sudah ada 160 lebih perusahaan yang tergabung dalam asosiasi, OJK sudah membentuk direktorat khusus untuk pengawasan perusahaan – perusahaan tersebut”, sampainya.

Roberto menjelaskan peran Fintech dalam mengisi relung untuk pembiayaan UMKM dengan menyontohkan perusahaan layanan keuangan tanpa kantor www.tanifund.com. Perusahaan tanifund menggabungkan antara e-commerce dan pembiayaan. Tanifund menggunakan modal investasi dengan memberikan pinjaman kepada petani untuk membeli benih, pupuk, tenaga ahli, tenaga pendamping, serta uang saku sampai masa panen. Pada saat panen, tanifund yang sudah memiliki jejaring pemasaran yang luas, memasarkan hasil panen. “Petani tidak mikir nyicil, petani hanya bekerja, panenan langsung diambil di kebunnya”, tuturnya. Petani bisa mendapatkan keuntungan dari Fintech ini, pola  yag paling lazim dilaporkan ke OJK dengan mendapatkan margin keuntungan netto profit 40% Petani, 40% investor dan 20% perusahaan.

Dalam acara simposium ini juga menghadirkan pembicara asing Prof. Chotibak (Pab) Jotikasthira. Prof. Pab yang menjadi Associate Professor di Southern Methodist University memaparkan tentang “Accounting Rules, Trading Incentives, and Systemic Risk”.