‘’Banyak pihak seperti pengamat yang juga menolak Perppu ini dengan berbagai alasan. Namun seyogianya Perppu ini disambut secara positif. Ada beberapa alasan.’’
ADA lelucon soal rahasia bank di Swiss. Konon ada penguasa di zaman Orde Baru yang marah karena mendapat kabar bawahannya menyimpan uang di bank di Swiss karena bank-bank di Swiss memang terkenal sangat menjaga kerahasiaan nasabahnya.
Maka sang penguasa itu terbang ke Swiss untuk menemui direktur utama bank tempat bawahannya menyimpan uang lengkap dengan pasukan pengawal pribadinya.
Mula-mula sang penguasa bertanya dengan sopan untuk mengklarifikasi kabar soal bawahannya yang menyimpan uang di situ, tetapi sang direktur bank tak mau menjawab. Akhirnya habislah kesabaran sang penguasa.
Ia lalu menyuruh pengawal pribadinya menodongkan senjata ke arah sang direktur bank dan kembali ia bertanya tentang simpanan bawahannya di bank tersebut. Sang direktur tetap tak mau menjawab.
Akhirnya sang penguasa berkata: ‘’Oh, ya sudah, saya akan ikut menyimpan uang saya (hasil korupsi) di sini..’’ Lelucon yang menggambarkan betapa ketatnya bank-bank di Swiss memegang rahasia nasabahnya tersebut sekarang ini sudah tidak akan terjadi lagi.
Sebab Swiss termasuk negara yang tergabung dalam negara-negara G 20 yang menerapkan Konvensi Internasional tentang Pertukaran Informasi Secara Otomatis (Authomatic Exchange Information).
Negara-negara G 20 sudahmenetapkan konvensi internasional ini sejak April 2009. Tetapi parlemen Swiss baru menyetujuinya pada 2015 dan meratifikasi konvensi internasional tersebut pada 2016.
Tujuan konvensi internasional tentang Pertukaran Informasi Secara Otomatis yang diprakarsai oleh negaranegara G 20 lebih ditujukan untuk mencegah para penghindar pajak yang menyimpan uangnya di bank.
Bank memang punya komitmen untuk menjaga kerahasiaan nasabahnya. Negara-negara G 20 menyadari bahwa penghindaran pajak dengan cara menyimpan uang di bank yang kemudian dijaga kerahasiaannya oleh bank menimbulkan ketidakadilan.
Pertama, ketidakadilan di internal negara di mana sang penghindar pajak berada. Tidak adil karena pemerintah atau negara yang bersangkutan mestinya bisa menerima pendapatan dari pajak yang lebih besar dan bisa digunakan untuk program prorakyat seperti pengentasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur. Kedua, ketidakadilan eksternal atau global.
Artinya jika hanya sebagian negara yang menerapkan keterbukaan informasi maka si penggelap pajak akan menyimpan uangnya di negra-negara yang perbankannya masih menerapkan kerahasiaan data nasabah.
Tren Positif
Pemerintah Indonesia, sebagai anggota G 20, tampaknya mengikuti tren positif ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomer 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Dengan Perppu ini maka Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bisa mengakses data keuangan nasabah di bank-bank dan lembaga keuangan lainnya untuk kepentingan data perpajakan.
Perppu ini telah menimbulkan kekhawatiran khususnya dari pihak bank dan lembaga keuangan lainnya. Alasannya, nasabah akan khawatir rahasia keuangannya akan terbuka dan melarikan atau mengambil uangnya dari bank.
Padahal jumlah dana pihak ketiga atau dana nasabah di bank di Indonesia sekarang ini mencapai Rp 4.700 triliun. Banyak pihak seperti pengamat yang juga menolak Perppu ini dengan berbagai alasan.
Namun seyogianya Perppu ini disambut secara positif. Ada beberapa alasan. Pertama, Perppu ini hendaknya dipandang sebagai kelanjutan dari program amnesti pajak yang erhasil menghimpun dana sebesar Rp 147 triliun.
Meskipun ini jauh dari target yaitu Rp 1.000 triliun tetapi dengan persiapan yang mepet dan sarana dan prasarana terbatas maka hasil Rp 147 triliun itu merupakan hasil yang luar biasa. Dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 maka Indonesia bisa mengakses data orang Indonesia yang masih ‘’tercecer’’ yang menyimpan uangnya di luar negeri.
Kedua, nasabah di bank-bank di Indonesia juga tidak akan melarikan uangnya ke luar negeri karena semua negara sudah menerapkan keterbukaan informasi keuangan yang tujuannya untuk mencegah penghindaran pajak.
Bahkan Swiss yang selama ini menerapkan kerahasiaan finansial tertinggi bagi nasabah bank di sana -seperti disinggung di awal tulisan ini, sudah mengakhiri era kerahasiaan bank. Jadi nasabah tak bisa melarikan dananya ke manapun maka bank tidak perlu khawatir dengan pelarian dana nasabah.
Ketiga, dana pihak ketiga yang sekarang ini disimpan di bank-bank dan lembaga keuangan lainnya di Indonesia sudah beres secara hukum karena adanya program amnesti pajak. Semua dana sudah dilaporkan dan sudah menjadi ‘’bersih’’ karena sudah dilaporkan dan dibayar tebusannya.
Tak ada alasan kekhawatiran nasabah untuk memindahkan dananya akibat Perppu Nomer 1 Tahun 2017. Keempat, akses kepada informasi keuangan nasabah di bank dan lembaga keuangan lainnya untuk kepentingan perpajakan bukanlah sesuatu yang unik untuk Indonesia saja.
Semua negara secara universal akan menerapkan prinsip ini. Apalagi Indonesia adalah anggota G 20 yang sudah menerapkan akses keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan.
Jadi mau tidak mau Indonesia juga harus menerapkannya. Jika tidak menerapkan tentu Indonesia akan dikucilkan dari pergaulan internasioanl. Dan itu sesuatu yang sangat merugikan. (21)
— Dr Nugroho SBM MSi, Dosen Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang
(sumber : suaramerdeka)
Komentar Terbaru